Tak terasa sudah hari kelima ya, Erlin?
Aku menulis surat balasanmu ini disaat warga
Jakarta resah akan banjir yang sedang melanda. Ya akupun menetap di Jakarta,
tapi aku tidak mendapat kiriman banjir. Kecuali, banjir akan kata dan kalimat-kalimat
yang tidak akan mungkin cukup bila aku tulis dalam surat ini.
Aku selalu senang pada hari berhujan dibulan
Januari. Karena apa? Rindu ini semacam terus mengalir menuju sungai sampai
kelaut, dan panas bumi mengangkat uap air menuju awan dan mejatuhkan
butir-butir hujan ke pori kulitmu, merangsak masuk rinduku, berdiam tepat
dihatimu.
Kali ini, aku sudah melatih setiap kata-kata
yang aku tulis agar mereka lebih siap berhadapan dengan tatapan matamu yang
teduh itu. Kemarin-kemarin, kalimatku kembali kerumah dengan keadaan kuyup
basah, lalu bercerita tentang tatapan yang membuat denyut disetiap kalimatku
menjadi resah dan gelisah. Ah! Sungguh istimewa dan begitu indah.
Erlin,
entahlah aku ingin menulis kalimat apalagi untuk memuji begitu eloknya kamu beserta aksara-aksara
yang kamu tulis. Tapi aku berharap hujan terus menyirami ladang kosakataku, dan
kita bisa menuainya bersama.
Tetaplah syahdu, wahai pasangan penaku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar