Sabtu, 09 Februari 2013

Menangkis Kekhawatiran

Baik Erl, aku membalas ini dalam keadaan terdesak. Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku. Tapi tenanglah, kekhawatiranmu akan terus kutangkis.
Masih banyak hari dimana kita dapat berkirim surat, berbalas pantun, menulis sajak, dan bertatap muka. Ya? Bencana akan selalu datang, selama mereka tak mencoba paham keadaan alam.
Aku sendiri mulai paham tentang mau mereka, yang ingin dipelihara dan dijaga. Kotaku tidak sehat, tapi aku tidak. Sampai sekarang pikiran kanak-kanakku masih terus menempel, menganggap hujan turun karna ada bidadari sedang mandi (pernah berpikir seperti itu?) Masa kecilmu manis sebagai perempuan, tidak kebanyakan sama, kan?.
Berterimakasihlah lagi, dan lagi-lagi harus kau sampaikan rasa terimakasihku pada ibumu, terus menjaga perempuan yang kini sedang berbalas surat denganku.

Racauanmu slalu indah kudengar, silahkan untuk terus meracau. Melamun, tertawa, sedih, mengantuk sekalipun akan kudengar. Tak banyak pemahamanku tentang hari valentine, karna hari kasih sayang kata ibuku harus terus dirayakan setiap hari.
Sebelum kututup, Ini penggalan sajak yang sempat kutulis namun belum rampung. Tapi tak apa, ini layak kau baca. "Sepasang kakiku ialah sore yang sengaja tak kuijinkan berjalan, agar aku bisa mencintaimu di senja yang datang perlahan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar