Terima kasih banyak, kamu masih mengizinkan seorang asing sepertiku untuk tetap berkirim surat denganmu.
Aku memang orang asing, terlebih setiap kalimat-kalimatku, tak
pernah kamu kenal sebelumnya. Tapi setelah kurang lebih sepuluh hari
kita telah berkirim surat, mungkin ada sepatah atau duapatah kalimatku
yang mulai kamu kenali? Semoga saja Erlin.
Entahlah, mungkin rindu telah bersekutu dengan waktu. Terlambat
membalas suratmu saja sudah membuat aku gelisah yang benar-benar.
Mungkin karena aku sudah mulai terbiasa dengan kiriman rangkaian aksara
darimu yang membuat aku, Ah.. Candu.
Berapa persen nikotin yang ada dalam kalimatmu, Erlin?
Tahukah kamu? Aku belum terlalu pandai memilah kata. Tapi, aku banyak belajar darimu. Kamu adalah pasangan yang menginspirasi.
Seringkali fikiranku membatu, semacam budak yang memberontak
majikannya. Aku tak tahu apa yang harus kutulis. hingga akhirnya aku
membaca lagi surat-suratmu, seketika fikiranku bisa diajak bekerja sama.
suratmu seperti mempunyai kekuatan magis, Erl! Maka tak heran
orang-orang menyebutmu berbakat. Begitupun aku, kamulah kebanggaan yang
lebih dari dekat.
Aku berharap semoga suatu hari nanti, kita akan pernah menulis diatas kertas yang sama. Bukan lagi tentang langit yang sama.
Salam rindu! dari Aku, pecandu kalimatmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar