Minggu, 10 Februari 2013

"Surat Yang (tidak benar-benar) Terakhir"

Selamat berjumpa lagi dihari yang selalu aku nantikan, Senin.

Pagi diselimuti mendung. Bagaimana dengan harimu, Erl? Aku pastikan semua itu baik. Aku ingin menulis sajak untukmu, sebelum mengakhiri pekerjaan hati kita ini. "Ketika rindu menjadi pijar-pijar lampu, menerangi taman digelapnya kota. Penyanyi jalanan berdendang syahdu. Aku terdiam mendengar racaumu. Menapak jejak, berulang kali mencuri waktu, aku menunggu dibatas desa, senja yang hilang menelan duka. Lagi, rindu menjadi hujan dikotaku. Sepeninggal hujan, tanah basah.
Aku mencoba menghampirimu, namun terjal. Mengubur diri dalam diam, lagi-lagi aku gagal. Gerbang tertutup dan pintu terkunci. Aku masih diam. Ketika penatua menutup rapat pintu gereja. Aku diam. saat malam tak jadi pembungkus rindu. Aku diam. Tirai menyingkap. Jendela terbuka. Tak ada tanda. Aku tutup semua sampai gelap meraja. Aku ingin terus menjadi pagi, yang selalu kau nantikan. Aku ingin menjadi siang, yang selalu kau tuliskan. Aku ingin menjadi malam, yang selalu kau mimpikan. Semoga, kata selesai ini bukan hukuman dari Tuhan."

Aku tak ingin kisah kita menjadi sebuah parade film, akan ada rindu, cerita cinta, menulis surat, si perempuan meninggal karna penyakitnya. ah!, maafkan aku. Aku terlalu mendramatisir kenyataannya.

Aku ingat pesan Kakekku dulu, "Sebagai laki-laki, kau harus terus berusaha membuat si wanita tertawa, tersenyum bahagia, dan membersihkan luka nya." Aku ingin mencobanya. Terlebih setelah kita mendapat tugas, lalu saling berkisah, sampai diujung cerita kita masih bersama.

Untuk yang tidak benar-benar terakhir, terimakasih telah mengajarkanku banyak hal dalam menulis,karena sebelum ini aku hanya penulis sundal. tanpa arah, terkatung-katung. aku payah sebelum ini.
Untuk yang tidak benar-benar berakhir, terimakasih telah menjadi pasangan yang menginspirasi yang sebenar-benarnya. Aku berniat membuat sebuah buku dari surat-surat yang kita buat, berkenankah? Jika ya, tetaplah kita saling berkirim kabar.
Ini rangkaian aksaraku yang tidak benar-benar terakhir, izinkah kalimatku menundukan badan dan memberi hormat padamu, Erl.. Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar