Rabu, 27 Februari 2013

Teruntuk, Ayana Shahab.

"Melihat senyummu yang indah, seraya nafasku berhenti, aku tak terbiasa melihat lekukan indah serupa pelangi. Matamu adalah penerang yang sebenar-benarnya elok, cahaya nan gemilang. Benderang lebih dari terang gemintang"

Aku seorang pengagum kamu, dalam diam.
Aku hanya bisa melihat kamu dari sini saja, dari balik malam.
Aku seorang pengagum kamu, dalam hening.
Aku tetap merasa sendiri, padahal dalam ruang bising.

Izinkan aku menulis sajak untukmu, karena kamu sangat pantas aku puji.
Jika ada huruf sebelum titik, itu aku. Aku tak akan berhenti mengagumi kamu sebelum yang Maha Cinta mengambil aku.
Jika ada pelangi setelah hujan, itu kamu. Karena dengan melihat kamu saja, segala kesedihan terhapus.

Kamu perempuan bagi setiap syairku.
Kamu bumi bagi setiap hujanku.
Kamu alinea yang menyempurnakan paragrafku.
Kamu inspirasi setiap aku buntu.
 
Aku tak bisa banyak bicara, tapi banyak yang harus aku tulis. Tapi tentang memuji kamu, tak cukup satu kanvas putih bernama langit-pun. Jika bisa, aku akan menulis kamu pada catatan semesta. Tapi apalah aku berkhayal yang tidak mungkin, bertemu kamu saja sudah ketidakmungkinan yang harus aku pecahkan.

Aku memang pengagum kamu yang berlebihan. tapi Ayana, aku akan tetap mendukung kamu, tetaplah tersenyum, karena tersenyum adalah lekukan sederhana yang menenangkan. Ketahuilah.


Salam semangat dari pengagum kamu. Jika kamu berkenan, tolong tapi aku tidak memohon untuk follow aku: @Sandy_Febryan.
Tetaplah menjadi Ayana Shahab yang ceria. :)

Minggu, 10 Februari 2013

"Surat Yang (tidak benar-benar) Terakhir"

Selamat berjumpa lagi dihari yang selalu aku nantikan, Senin.

Pagi diselimuti mendung. Bagaimana dengan harimu, Erl? Aku pastikan semua itu baik. Aku ingin menulis sajak untukmu, sebelum mengakhiri pekerjaan hati kita ini. "Ketika rindu menjadi pijar-pijar lampu, menerangi taman digelapnya kota. Penyanyi jalanan berdendang syahdu. Aku terdiam mendengar racaumu. Menapak jejak, berulang kali mencuri waktu, aku menunggu dibatas desa, senja yang hilang menelan duka. Lagi, rindu menjadi hujan dikotaku. Sepeninggal hujan, tanah basah.
Aku mencoba menghampirimu, namun terjal. Mengubur diri dalam diam, lagi-lagi aku gagal. Gerbang tertutup dan pintu terkunci. Aku masih diam. Ketika penatua menutup rapat pintu gereja. Aku diam. saat malam tak jadi pembungkus rindu. Aku diam. Tirai menyingkap. Jendela terbuka. Tak ada tanda. Aku tutup semua sampai gelap meraja. Aku ingin terus menjadi pagi, yang selalu kau nantikan. Aku ingin menjadi siang, yang selalu kau tuliskan. Aku ingin menjadi malam, yang selalu kau mimpikan. Semoga, kata selesai ini bukan hukuman dari Tuhan."

Aku tak ingin kisah kita menjadi sebuah parade film, akan ada rindu, cerita cinta, menulis surat, si perempuan meninggal karna penyakitnya. ah!, maafkan aku. Aku terlalu mendramatisir kenyataannya.

Aku ingat pesan Kakekku dulu, "Sebagai laki-laki, kau harus terus berusaha membuat si wanita tertawa, tersenyum bahagia, dan membersihkan luka nya." Aku ingin mencobanya. Terlebih setelah kita mendapat tugas, lalu saling berkisah, sampai diujung cerita kita masih bersama.

Untuk yang tidak benar-benar terakhir, terimakasih telah mengajarkanku banyak hal dalam menulis,karena sebelum ini aku hanya penulis sundal. tanpa arah, terkatung-katung. aku payah sebelum ini.
Untuk yang tidak benar-benar berakhir, terimakasih telah menjadi pasangan yang menginspirasi yang sebenar-benarnya. Aku berniat membuat sebuah buku dari surat-surat yang kita buat, berkenankah? Jika ya, tetaplah kita saling berkirim kabar.
Ini rangkaian aksaraku yang tidak benar-benar terakhir, izinkah kalimatku menundukan badan dan memberi hormat padamu, Erl.. Terimakasih.

Sabtu, 09 Februari 2013

Menangkis Kekhawatiran

Baik Erl, aku membalas ini dalam keadaan terdesak. Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku. Tapi tenanglah, kekhawatiranmu akan terus kutangkis.
Masih banyak hari dimana kita dapat berkirim surat, berbalas pantun, menulis sajak, dan bertatap muka. Ya? Bencana akan selalu datang, selama mereka tak mencoba paham keadaan alam.
Aku sendiri mulai paham tentang mau mereka, yang ingin dipelihara dan dijaga. Kotaku tidak sehat, tapi aku tidak. Sampai sekarang pikiran kanak-kanakku masih terus menempel, menganggap hujan turun karna ada bidadari sedang mandi (pernah berpikir seperti itu?) Masa kecilmu manis sebagai perempuan, tidak kebanyakan sama, kan?.
Berterimakasihlah lagi, dan lagi-lagi harus kau sampaikan rasa terimakasihku pada ibumu, terus menjaga perempuan yang kini sedang berbalas surat denganku.

Racauanmu slalu indah kudengar, silahkan untuk terus meracau. Melamun, tertawa, sedih, mengantuk sekalipun akan kudengar. Tak banyak pemahamanku tentang hari valentine, karna hari kasih sayang kata ibuku harus terus dirayakan setiap hari.
Sebelum kututup, Ini penggalan sajak yang sempat kutulis namun belum rampung. Tapi tak apa, ini layak kau baca. "Sepasang kakiku ialah sore yang sengaja tak kuijinkan berjalan, agar aku bisa mencintaimu di senja yang datang perlahan."

Rabu, 06 Februari 2013

"Jejak Awan Pesawat"

Hey, Langit. Di manakah engkau berada? Apakah engkau sedang tertidur lelap dengan berselimutkan awan hitam? Ataukah kau tengah menyirami kembang-kembang yang begitu terpukau menatapmu?
Perempuanku bercerita tentang dirimu, sebentar..

Disini, Malam pun kian larut dan menebar hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang sumsum. Namun, beberapa sudut kota tetap saja "panas" dan berdenyut.

Aku tak melihat bintang. Tapi, mari cobalah berbicara tentang dirimu, yang ulung menggerakan pena ku lewat sentuhan tajam diujung relung. Karena semu berkaitan.

Malam, adalah kelancaran bagi kata-kataku memohon kepada Tuhan yang disimpulkan menjadi doa.
Senja, adalah tempat aku melukis tentang jingga, mungkin disana ada namamu yang kutulis dengan manja.
Pagi, adalah tempat dimana embun-embun menetes diantara dedaunan. Juga tempat kita menyimpul senyum diantara pendar mentari bertautan.

Aku pengagum langit serupa kamu.
Mungkin jika aku bisa, aku akan menggapai salah satu awan, dan membingkisnya untukmu. Namun sayang itu mustahil.
Tapi, alangkah indahnya jika kita melihat langit bersama, walaupun dari tempat yang berbeda.

Aku sering melihat jejak awan pesawat, garis putih lurus memanjang. Selalu kubayangkan itu adalah garis batas untuk aku menulis surat ini.
Aku memulai dari langit yang paling biru, kututup dilangit yang paling jingga.

Selasa, 05 Februari 2013

PERAHU KERTAS



Kamu melayangkan aku lagi, Erl!
Surat kali ini mungkin tidak akan terlalu panjang, tapi aku hanya ingin membalas ceritamu tentang burung kertas itu.
Seperti halnya kamu, aku juga menulis surat ini pada secarik kertas. Tapi aku membuat ini menjadi sebuah pesawat kertas. Tahukan kamu? Aku berharap kalimatku bisa terbang sampai ke tempat keberadaanmu. Meski ada jarak diantara kita, itu hanya seperti spasi dalam kalimat ini; Pelengkap.
Paragraf kedua kutulis pada secarik kertas yang aku buat menjadi  seperti perahu. Ya, perahu kertas. Berharap kalimatku mengalir dari sungai ke samudera, memeluk ujung semesta, untuk menyampaikan pesan singkat semata:
“Terima kasih kamu telah bersedia!”

Minggu, 03 Februari 2013

CATATAN KECIL

Ah, lagi-lagi kau buatku terbang, dan aku berharap tak terhempas seketika.
Boleh aku tawarkan rindu sedikit, mau merasakannya lagi? Apa hanya menangis diam-diam karna ketakutanmu?

Tidak jika kau tak memberitahunya, Erl..(Bagaimana menuliskannya bila keadaanku saat ini tertawa?, hmm..)
aku akan mengulang tanggal lahirku dibulan ini, hari keduapuluhdua.

Aku mesti, juga harus meneruskan pertemuan kata ini. Kalaupun mampu, aku harus bertemu pemilik semua kata-kata ini.

Oh tentu!
Aku harus merangkulmu, jika kau ingin tahu, ada 5 catatan yang kutulis:
1. Aku harus merangkulmu;
2. Aku harus menjagamu;
3. Aku harus terus menjaga isi penamu;
4. Aku harus menerima setiap kekuranganmu;
5. Aku harus memegang tanganmu disebelah kiri, karna tangan kananmu harus menulis setiap kisah manis ini.

Bersedia?

Jumat, 01 Februari 2013

FEBRUARI



Siang ini begitu terik, aku hampir terkantuk membuat balasan surat ini. Aku butuh kafein, mungkin dirimu yang jadi kekuatan. 

Lupakan sejenak tentang "pilihan" yang harus kau pilih. Aku lah yang terbaik, aku lah yang paling percaya tentang kekuatan cinta dan rindu. Menanti tak kan lama bila kita sanggup menunggu. 

Kita sudah masuk dibulan kesuburan, karna ini milik Dewi Februaria. Aku ingin membahas tentang masa depan denganmu, boleh?. Aku berharap perjalanan kita tak berhenti sampai ke Kuta Bali, dan kisah ini terbuai di Kintamani. Bali dan Kintamani merupakan sepotong surga di timur Indonesia. 

Ini hari kesembilanbelas kita melangkah. Aku tak akan hentikan nafasku sampai detik ini. Kamu adalah aku, dan aku ingin pastikan bahwa aku adalah kamu. Kamu dan aku adalah kita. 

Lebih dari setengah perjalanan kita saling berkirim surat ini. jujur saja, ladang kalimatku sudah mulai tak sesubur dulu. Musim penghujan sudah mulai melambaikan tangan tanda salam perpisahan. Tapi, aku masih tetap bertahan agar surat ini bisa tersampaikan. 

Ini tanggal satu, dibulan kedua. Jangan biarkan aku berlalu, jangan biarkan kita sementara. 
Salam cinta, di Bulan Februari.