Hey, Langit. Di manakah engkau berada? Apakah engkau sedang
tertidur lelap dengan berselimutkan awan hitam? Ataukah kau tengah
menyirami kembang-kembang yang begitu terpukau menatapmu?
Perempuanku bercerita tentang dirimu, sebentar..
Disini, Malam pun kian larut dan menebar hawa dingin yang menusuk
hingga ke tulang sumsum. Namun, beberapa sudut kota tetap saja "panas"
dan berdenyut.
Aku tak melihat bintang. Tapi, mari cobalah berbicara tentang
dirimu, yang ulung menggerakan pena ku lewat sentuhan tajam diujung
relung. Karena semu berkaitan.
Malam, adalah kelancaran bagi kata-kataku memohon kepada Tuhan yang disimpulkan menjadi doa.
Senja, adalah tempat aku melukis tentang jingga, mungkin disana ada namamu yang kutulis dengan manja.
Pagi, adalah tempat dimana embun-embun menetes diantara dedaunan. Juga tempat kita menyimpul senyum diantara pendar mentari bertautan.
Aku pengagum langit serupa kamu.
Mungkin jika aku bisa, aku akan menggapai salah satu awan, dan membingkisnya untukmu. Namun sayang itu mustahil.
Tapi, alangkah indahnya jika kita melihat langit bersama, walaupun dari tempat yang berbeda.
Aku sering melihat jejak awan pesawat, garis putih lurus memanjang.
Selalu kubayangkan itu adalah garis batas untuk aku menulis surat ini.
Aku memulai dari langit yang paling biru, kututup dilangit yang paling jingga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar