Sabtu, 13 April 2013

Awal dan Akhir

Semoga kamu adalah awal yang tak akan ku akhiri, karena kita dipertemukan oleh Dia yang Maha Tak Berawal dan Tak Berakhir.

Do'a [5]

Peluklah aku dengan do'amu. Jika jarak tak kunjung bunuh diri.

Do'a [4]

Kita sepasang tangan, yang tak bisa sendiri-sendiri, untuk saling mendoakan.

Jumat, 05 April 2013

Pandangan Pertama

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, lalu terhempas sakit pada detik setelahnya. Aku mencintaimu yang mencintai dia.

Rumah

Kehadiranmu adalah rumah. Tempat aku merebah dari segala rupa lelah.

Kopi

Pada asap-asap kopi hangat yang mengepul, aku menitipkan rindu yang sudah mengumpul.

Lalu, apalagi sekarang?

Lalu apalagi sekarang? Aku sudah terlalu lama memeluk diri sendiri. Sampai pada akhirnya, tubuh ini melihat rindu bunuh diri.

Senja

Aku biarkan gaduhmu bermanja-manja, hingga sepi milik kita dibalik selimut senja.

Kompas

Aku tak butuh kompas untuk menunjuk arah, karena langkah kakiku pasti menujumu.

Pasar Malam [Fiksi Mini]

Aku pasar malam. Kamu, segala keriangan dan gelak tawa di dalamnya.

Hatiku Buku

Hatiku buku, silahkan membaca aku.

Sakaratul Maut [Fiksi Mini]

Bibirku sakaratul maut. Sebelum mati dia berkata; Dia ingin dimakamkan dikeningmu.

Do'a [3]

Dalam hitungan detik tanpa kamu, aku menabung rindu pada secawan doa.

Matamu Gerimis

Matamu gerimis, dan aku lupa menyediakan payung.

Buntut Cicak

Cintaku buntut cicak. Akan tumbuh lagi, meskipun telah putus.

Kukira

Senja ini aku butuh pulang, ku kira hatimu adalah rumah. Ternyata hanya persinggahan sementara.

: Aku

Aku ingin terus menulis, meski tak kamu baca. Setidaknya aku memiliki pembaca setia: Aku.

Perpisahan

Pada sebuah perpisahan, ada punggung yang saling menatap.

Tersenyum dan Menangis

Melihat kamu berbahagia, meski bukan dengan aku. Itulah caraku tersenyum dan menangis disaat yang bersamaan.

Lupa

Aku telah lupa. Seandainya melupakan itu sesederhana menuliskannya.

Ah! [2]

Setelah kita terpisah, apakah kita tetap bisa melangkah? Meski berlawanan arah.

Nyatanya...

Nyatanya, yang sering kamu sebut kebahagiaan adalah dia yang membuatmu menangis pada akhirnya.

Do'a

Ada semoga yang selalu aku aminkan, di setiap doa yang kamu panjatkan.

Pengingat

Jarak itu serupa pengingat, tentang apa itu perkara rindu.

Bukan begitu? [2]

Lebih baik memperjuangkan harapan, daripada memperjuangkan kenangan. Bukan begitu?

Bukan begitu?

Karena mencintai itu selalu berakhir dengan merelakan. Bukan begitu?

Terjaga

Kamu adalah alasanku mengapa aku terjaga lebih pagi, aku ingin mencintaimu lebih awal dari mentari.

MIMPI

Aku terbangun, namun aku seperti belum tertidur. Bahkan dalam mimpi, aku lelah merindukanmu.

Rabu, 27 Maret 2013

Ah!

"... Keningmu serupa lapang, bibirku ingin menjatuhkan diri disana..."

Rabu, 27 Februari 2013

Teruntuk, Ayana Shahab.

"Melihat senyummu yang indah, seraya nafasku berhenti, aku tak terbiasa melihat lekukan indah serupa pelangi. Matamu adalah penerang yang sebenar-benarnya elok, cahaya nan gemilang. Benderang lebih dari terang gemintang"

Aku seorang pengagum kamu, dalam diam.
Aku hanya bisa melihat kamu dari sini saja, dari balik malam.
Aku seorang pengagum kamu, dalam hening.
Aku tetap merasa sendiri, padahal dalam ruang bising.

Izinkan aku menulis sajak untukmu, karena kamu sangat pantas aku puji.
Jika ada huruf sebelum titik, itu aku. Aku tak akan berhenti mengagumi kamu sebelum yang Maha Cinta mengambil aku.
Jika ada pelangi setelah hujan, itu kamu. Karena dengan melihat kamu saja, segala kesedihan terhapus.

Kamu perempuan bagi setiap syairku.
Kamu bumi bagi setiap hujanku.
Kamu alinea yang menyempurnakan paragrafku.
Kamu inspirasi setiap aku buntu.
 
Aku tak bisa banyak bicara, tapi banyak yang harus aku tulis. Tapi tentang memuji kamu, tak cukup satu kanvas putih bernama langit-pun. Jika bisa, aku akan menulis kamu pada catatan semesta. Tapi apalah aku berkhayal yang tidak mungkin, bertemu kamu saja sudah ketidakmungkinan yang harus aku pecahkan.

Aku memang pengagum kamu yang berlebihan. tapi Ayana, aku akan tetap mendukung kamu, tetaplah tersenyum, karena tersenyum adalah lekukan sederhana yang menenangkan. Ketahuilah.


Salam semangat dari pengagum kamu. Jika kamu berkenan, tolong tapi aku tidak memohon untuk follow aku: @Sandy_Febryan.
Tetaplah menjadi Ayana Shahab yang ceria. :)

Minggu, 10 Februari 2013

"Surat Yang (tidak benar-benar) Terakhir"

Selamat berjumpa lagi dihari yang selalu aku nantikan, Senin.

Pagi diselimuti mendung. Bagaimana dengan harimu, Erl? Aku pastikan semua itu baik. Aku ingin menulis sajak untukmu, sebelum mengakhiri pekerjaan hati kita ini. "Ketika rindu menjadi pijar-pijar lampu, menerangi taman digelapnya kota. Penyanyi jalanan berdendang syahdu. Aku terdiam mendengar racaumu. Menapak jejak, berulang kali mencuri waktu, aku menunggu dibatas desa, senja yang hilang menelan duka. Lagi, rindu menjadi hujan dikotaku. Sepeninggal hujan, tanah basah.
Aku mencoba menghampirimu, namun terjal. Mengubur diri dalam diam, lagi-lagi aku gagal. Gerbang tertutup dan pintu terkunci. Aku masih diam. Ketika penatua menutup rapat pintu gereja. Aku diam. saat malam tak jadi pembungkus rindu. Aku diam. Tirai menyingkap. Jendela terbuka. Tak ada tanda. Aku tutup semua sampai gelap meraja. Aku ingin terus menjadi pagi, yang selalu kau nantikan. Aku ingin menjadi siang, yang selalu kau tuliskan. Aku ingin menjadi malam, yang selalu kau mimpikan. Semoga, kata selesai ini bukan hukuman dari Tuhan."

Aku tak ingin kisah kita menjadi sebuah parade film, akan ada rindu, cerita cinta, menulis surat, si perempuan meninggal karna penyakitnya. ah!, maafkan aku. Aku terlalu mendramatisir kenyataannya.

Aku ingat pesan Kakekku dulu, "Sebagai laki-laki, kau harus terus berusaha membuat si wanita tertawa, tersenyum bahagia, dan membersihkan luka nya." Aku ingin mencobanya. Terlebih setelah kita mendapat tugas, lalu saling berkisah, sampai diujung cerita kita masih bersama.

Untuk yang tidak benar-benar terakhir, terimakasih telah mengajarkanku banyak hal dalam menulis,karena sebelum ini aku hanya penulis sundal. tanpa arah, terkatung-katung. aku payah sebelum ini.
Untuk yang tidak benar-benar berakhir, terimakasih telah menjadi pasangan yang menginspirasi yang sebenar-benarnya. Aku berniat membuat sebuah buku dari surat-surat yang kita buat, berkenankah? Jika ya, tetaplah kita saling berkirim kabar.
Ini rangkaian aksaraku yang tidak benar-benar terakhir, izinkah kalimatku menundukan badan dan memberi hormat padamu, Erl.. Terimakasih.

Sabtu, 09 Februari 2013

Menangkis Kekhawatiran

Baik Erl, aku membalas ini dalam keadaan terdesak. Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku. Tapi tenanglah, kekhawatiranmu akan terus kutangkis.
Masih banyak hari dimana kita dapat berkirim surat, berbalas pantun, menulis sajak, dan bertatap muka. Ya? Bencana akan selalu datang, selama mereka tak mencoba paham keadaan alam.
Aku sendiri mulai paham tentang mau mereka, yang ingin dipelihara dan dijaga. Kotaku tidak sehat, tapi aku tidak. Sampai sekarang pikiran kanak-kanakku masih terus menempel, menganggap hujan turun karna ada bidadari sedang mandi (pernah berpikir seperti itu?) Masa kecilmu manis sebagai perempuan, tidak kebanyakan sama, kan?.
Berterimakasihlah lagi, dan lagi-lagi harus kau sampaikan rasa terimakasihku pada ibumu, terus menjaga perempuan yang kini sedang berbalas surat denganku.

Racauanmu slalu indah kudengar, silahkan untuk terus meracau. Melamun, tertawa, sedih, mengantuk sekalipun akan kudengar. Tak banyak pemahamanku tentang hari valentine, karna hari kasih sayang kata ibuku harus terus dirayakan setiap hari.
Sebelum kututup, Ini penggalan sajak yang sempat kutulis namun belum rampung. Tapi tak apa, ini layak kau baca. "Sepasang kakiku ialah sore yang sengaja tak kuijinkan berjalan, agar aku bisa mencintaimu di senja yang datang perlahan."

Rabu, 06 Februari 2013

"Jejak Awan Pesawat"

Hey, Langit. Di manakah engkau berada? Apakah engkau sedang tertidur lelap dengan berselimutkan awan hitam? Ataukah kau tengah menyirami kembang-kembang yang begitu terpukau menatapmu?
Perempuanku bercerita tentang dirimu, sebentar..

Disini, Malam pun kian larut dan menebar hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang sumsum. Namun, beberapa sudut kota tetap saja "panas" dan berdenyut.

Aku tak melihat bintang. Tapi, mari cobalah berbicara tentang dirimu, yang ulung menggerakan pena ku lewat sentuhan tajam diujung relung. Karena semu berkaitan.

Malam, adalah kelancaran bagi kata-kataku memohon kepada Tuhan yang disimpulkan menjadi doa.
Senja, adalah tempat aku melukis tentang jingga, mungkin disana ada namamu yang kutulis dengan manja.
Pagi, adalah tempat dimana embun-embun menetes diantara dedaunan. Juga tempat kita menyimpul senyum diantara pendar mentari bertautan.

Aku pengagum langit serupa kamu.
Mungkin jika aku bisa, aku akan menggapai salah satu awan, dan membingkisnya untukmu. Namun sayang itu mustahil.
Tapi, alangkah indahnya jika kita melihat langit bersama, walaupun dari tempat yang berbeda.

Aku sering melihat jejak awan pesawat, garis putih lurus memanjang. Selalu kubayangkan itu adalah garis batas untuk aku menulis surat ini.
Aku memulai dari langit yang paling biru, kututup dilangit yang paling jingga.

Selasa, 05 Februari 2013

PERAHU KERTAS



Kamu melayangkan aku lagi, Erl!
Surat kali ini mungkin tidak akan terlalu panjang, tapi aku hanya ingin membalas ceritamu tentang burung kertas itu.
Seperti halnya kamu, aku juga menulis surat ini pada secarik kertas. Tapi aku membuat ini menjadi sebuah pesawat kertas. Tahukan kamu? Aku berharap kalimatku bisa terbang sampai ke tempat keberadaanmu. Meski ada jarak diantara kita, itu hanya seperti spasi dalam kalimat ini; Pelengkap.
Paragraf kedua kutulis pada secarik kertas yang aku buat menjadi  seperti perahu. Ya, perahu kertas. Berharap kalimatku mengalir dari sungai ke samudera, memeluk ujung semesta, untuk menyampaikan pesan singkat semata:
“Terima kasih kamu telah bersedia!”

Minggu, 03 Februari 2013

CATATAN KECIL

Ah, lagi-lagi kau buatku terbang, dan aku berharap tak terhempas seketika.
Boleh aku tawarkan rindu sedikit, mau merasakannya lagi? Apa hanya menangis diam-diam karna ketakutanmu?

Tidak jika kau tak memberitahunya, Erl..(Bagaimana menuliskannya bila keadaanku saat ini tertawa?, hmm..)
aku akan mengulang tanggal lahirku dibulan ini, hari keduapuluhdua.

Aku mesti, juga harus meneruskan pertemuan kata ini. Kalaupun mampu, aku harus bertemu pemilik semua kata-kata ini.

Oh tentu!
Aku harus merangkulmu, jika kau ingin tahu, ada 5 catatan yang kutulis:
1. Aku harus merangkulmu;
2. Aku harus menjagamu;
3. Aku harus terus menjaga isi penamu;
4. Aku harus menerima setiap kekuranganmu;
5. Aku harus memegang tanganmu disebelah kiri, karna tangan kananmu harus menulis setiap kisah manis ini.

Bersedia?

Jumat, 01 Februari 2013

FEBRUARI



Siang ini begitu terik, aku hampir terkantuk membuat balasan surat ini. Aku butuh kafein, mungkin dirimu yang jadi kekuatan. 

Lupakan sejenak tentang "pilihan" yang harus kau pilih. Aku lah yang terbaik, aku lah yang paling percaya tentang kekuatan cinta dan rindu. Menanti tak kan lama bila kita sanggup menunggu. 

Kita sudah masuk dibulan kesuburan, karna ini milik Dewi Februaria. Aku ingin membahas tentang masa depan denganmu, boleh?. Aku berharap perjalanan kita tak berhenti sampai ke Kuta Bali, dan kisah ini terbuai di Kintamani. Bali dan Kintamani merupakan sepotong surga di timur Indonesia. 

Ini hari kesembilanbelas kita melangkah. Aku tak akan hentikan nafasku sampai detik ini. Kamu adalah aku, dan aku ingin pastikan bahwa aku adalah kamu. Kamu dan aku adalah kita. 

Lebih dari setengah perjalanan kita saling berkirim surat ini. jujur saja, ladang kalimatku sudah mulai tak sesubur dulu. Musim penghujan sudah mulai melambaikan tangan tanda salam perpisahan. Tapi, aku masih tetap bertahan agar surat ini bisa tersampaikan. 

Ini tanggal satu, dibulan kedua. Jangan biarkan aku berlalu, jangan biarkan kita sementara. 
Salam cinta, di Bulan Februari.

Rabu, 30 Januari 2013

AKU PENANYAMU YANG LANCANG


"Ya, memang harus aku!". Apa boleh buat? Kelemahanmu sudah mampu kuduga. Tanpa menganggapmu rendah, aku memahami itu.

Pada saat lonceng berdentang dua belas kali di malam tahun baru, yang menandai
peralihan dari bulan Desember ke bulan
Januari, kita mengucapkan selamat tinggal
kepada tahun yang silam dan menyambut
kedatangan tahun yang baru. Sungguh tepat bahwa bulan yang pertama ini disebut
Januari. Dewa bangsa Romawi, Janus, yang namanya digunakan untuk menamai bulan pertama ini, selalu ditampilkan berwajah dua; satu menghadap ke masa lalu dan satu lagi ke masa depan.
Apa engkau ingin menyerupai dia? Apa engkau harus terus bermanis didepanku?

Aku akan terus bertanya, sampai engkau mampu menjawab sendiri pertanyaanmu itu.

Padang kerapuhanmu akan terus coba kusiram, dengan air kehidupan yang akan terus kucoba sirami. Lancang memang, namun harus aku bisa-kan.

Aku, penanyamu yang baik.

Minggu, 27 Januari 2013

Dewi Efrosina Ada Didalammu

Untuk menulis balasan ini kunantikan pelangi bersinar terang menepi dikamarku. Sampai bulan datang kembali diatas perapian. Juga Bintang dan purnama menghias menghadapku.

Apa kau ingin teriak?
Sekedar melampiaskan kata indahmu untuk surat yang kubuat?
Di padang sunyi! ya itu tempat terbaik buatmu teriak. Aku bantu kau melampiaskannya (jika mau akan kuantar).

Semua Dewa dan Dewi punya makna dan tugas berbeda, Erl. Tapi tidak semua benar, aku pun harus membela wanita. Bangsa terdahulu memuji Dewi Efrosina, nama tercantik yg pernah ada. Dewi juga malaikat penjaga penyair. Sama, bahkan mungkin hampir sempurna ada dimatamu.

Diam-diam aku mencuri kesejukan angin senja pada pucuk cemara. Terkadang rindu bisa membuat surat ini tetap utuh, dan itu memungkinkan sekali.
Seperti angin yg slalu bertiup dimanapun ia berada. Seperti air yg mengaliri tiap celah tak terjamah. Seperti embun dari surga, turun dikala pagi mengelus indah.

Aku berusaha tuk jadi rumah ternyaman yang pernah kau singgahi, setidaknya setelah kau ambil mesin penenun itu.

Jumat, 25 Januari 2013

Tanya Jejak Rindu

Tak perlu berlebihan, apalagi harus membungkuk seperti itu, nona. 

Jejak rindu bisa menjadi jalan untuk menemukan dirimu dan merubahnya kedalam tulisan, walau terkadang ada batu yg menjadi sandungan. Tapi itulah artimu sebagai inspirasi tak terkendali. Sampai nantipun aku akan terus menjadi aku, yangg candu akan dirimu. 

Biarkanlah, mereka tak pernah tahu apa yang mereka katakan. Bersabarlah, tanpa harus berpaham yang buruk tentang mereka. Kalimatmu terlalu cepat kau matikan, Apa aku perlu mengajari bagaimana caranya bertuturkata yang baik dalam kehidupan nyata? Atau sekedar berbasa-basi untuk memulai sebuah percakapan yang hidup?. 

Seberbeda apakah engkau? Jika ada isi sebelum kata pengantar, itu bukan aku. Aku hanyalah kata pengantar yg baik. Tak perlu kau sungkan untuk berbicara, akan kucatat semua katamu lalu kutulis pada lembaran kertas ini, karna akan sangat berharga semua ucapanmu. 

Hanya akan menjadi sebuah ketidakmungkinan selama kita masih menunggu. Ijinkanlah aku untuk datang kewilayahmu, sedalam apapun itu, setinggi apapun itu. 

"Apa akan menjadi pergumulan batin untukku terus menantimu?" 
"Apa akan menyakiti banyak orang untukku terus mengharapmu?" 
"Apa akan menjadi pesan singkat untukku terus menanyakanmu?" 
"Apa akan menjadi sebuah mimpi untukku terus melibatkanmu?" 
"Apa akan menjadi sebuah tantangan untukku berjalan berdampingan denganmu?" 
"Apa akan menjadi pertanda buruk untukku terus berhasrat denganmu?" 
"Apa akan menjadi pelarian untukku terus bersamamu?" 
"Apa akan menjadi aku untuk terus bersamamu?" 
"Apa akan menjadi pecundang untukku terus mendengar namamu?" 
"Apa akan menjadi ratapan untukku terus mengenang dirimu?" 

Mampu kau jawab jika aku tak bertemu kamu, Erl? 

Kamis, 24 Januari 2013

Pecandu Aksaramu

Terima kasih banyak, kamu masih mengizinkan seorang asing sepertiku untuk tetap berkirim surat denganmu.
Aku memang orang asing, terlebih setiap kalimat-kalimatku, tak pernah kamu kenal sebelumnya. Tapi setelah kurang lebih sepuluh hari kita telah berkirim surat, mungkin ada sepatah atau duapatah kalimatku yang mulai kamu kenali? Semoga saja Erlin.

Entahlah, mungkin rindu telah bersekutu dengan waktu. Terlambat membalas suratmu saja sudah membuat aku gelisah yang benar-benar. Mungkin karena aku sudah mulai terbiasa dengan kiriman rangkaian aksara darimu yang membuat aku, Ah.. Candu.

Berapa persen nikotin yang ada dalam kalimatmu, Erlin?

Tahukah kamu? Aku belum terlalu pandai memilah kata. Tapi, aku banyak belajar darimu. Kamu adalah pasangan yang menginspirasi.
Seringkali fikiranku membatu, semacam budak yang memberontak majikannya. Aku tak tahu apa yang harus kutulis. hingga akhirnya aku membaca lagi surat-suratmu, seketika fikiranku bisa diajak bekerja sama. suratmu seperti mempunyai kekuatan magis, Erl! Maka tak heran orang-orang menyebutmu berbakat. Begitupun aku, kamulah kebanggaan yang lebih dari dekat.

Aku berharap semoga suatu hari nanti, kita akan pernah menulis diatas kertas yang sama. Bukan lagi tentang langit yang sama.

Salam rindu! dari Aku, pecandu kalimatmu.

Senin, 21 Januari 2013

Segeralah Sembuh, Erlin!


Hey, Erlin.
Segeralah membaik!
Berikan aku kalimat-kalimatmu yang seperti biasanya membuatku kagum.
Aku sudah kembali membaik saat menerima surat balasanmu, lebih baik lagi mungkin.

Aku harap kamu tak pernah bosan dengan datangnya surat-suratku.
Aku berdoa, berharap doaku merasuk kedalam kalimat ini, sampai kepadamu, terbaca, lalu kamu sembuh.

Segeralah membaik, wahai Erlin!

Minggu, 20 Januari 2013

Bisik Angin Malam

 Aku balas suratmu sepagi ini, dibalik pintu kamarku. Kebetulan, ia berlawanan dengan arah mata angin. Sembari kuputar lagu dari seorang legenda, Chrisye. "Angin Malam, semerbak wangi bunga...", mengikuti lagu sedikit.

Hujan? Hujan kadang keterlaluan El, dia tak paham dengan keadaanku. Kotaku, ibu kota kerajaan kita nanti sedang tenggelam, tapi tidak dengan pena dan kertasku.
Ini hanya semacam ilusi, sebelum aku jujur pada para peramal. Tentang rindu dan kehangatan yg tak lagi dapat terbayang. Aku berpura-pura menyembunyikannya, menghilangkan kecemasan tentang dirimu. Cemburu? Ya aku cemburu, tapi aku tak malu menuliskannya dalam hujan. Apa boleh buat, hatiku penuh karat.

aku mengirim pesan pada hujan, sama seperti kata dalam cinta, dan nada dalam drama. Jika kata mencakup semua, aku katakan iya. Jika matahari terbit dari barat, itulah kau.

Mungkin ini jawaban hujan dari ia yang kadang membuat gaduh, "kedamaianku tak lagi dapat kalian rasa". Tapi, didunia ini hanya ada 2 tempat paling hangat, aku dan selimut putihmu itu!

Maaf pabila tulisanku berujung luka, ini kubuat dibawah sinar yang tak terlalu kuat!. Sedikit gelap, menyeruak kedinding hatiku untuk membuat balasan surat.
Dikamar kesakitan ini aku berbaring, semoga hujan sampaikan padamu "Dia sakit, iba kah kau?"

Sampai jumpa kembali dibayangku yang begitu samar, tanpa hadirmu. Aku akhiri ini dari kiriman rindu yang slalu kudapat dari doa yang kau panjat. Aku percayakan kepada waktu untuk angkut semua rinduku yang akut.

Aku, rindumu.

Kamis, 17 Januari 2013

"LADANG KOSAKATA"




Tak terasa sudah hari kelima ya, Erlin?


Aku menulis surat balasanmu ini disaat warga Jakarta resah akan banjir yang sedang melanda. Ya akupun menetap di Jakarta, tapi aku tidak mendapat kiriman banjir. Kecuali, banjir akan kata dan kalimat-kalimat yang tidak akan mungkin cukup bila aku tulis dalam surat ini.

Aku selalu senang pada hari berhujan dibulan Januari. Karena apa? Rindu ini semacam terus mengalir menuju sungai sampai kelaut, dan panas bumi mengangkat uap air menuju awan dan mejatuhkan butir-butir hujan ke pori kulitmu, merangsak masuk rinduku, berdiam tepat dihatimu.

Kali ini, aku sudah melatih setiap kata-kata yang aku tulis agar mereka lebih siap berhadapan dengan tatapan matamu yang teduh itu. Kemarin-kemarin, kalimatku kembali kerumah dengan keadaan kuyup basah, lalu bercerita tentang tatapan yang membuat denyut disetiap kalimatku menjadi resah dan gelisah. Ah! Sungguh istimewa dan begitu indah.

                Erlin, entahlah aku ingin menulis kalimat apalagi untuk memuji  begitu eloknya kamu beserta aksara-aksara yang kamu tulis. Tapi aku berharap hujan terus menyirami ladang kosakataku, dan kita bisa menuainya bersama.

Tetaplah syahdu, wahai pasangan penaku :)

Selasa, 15 Januari 2013

"Surat Selagi Hujan"

Hey, Erlin.

Selamat datang kembali diduniaku yang penuh sesak oleh ribuan kata untukmu.

Aku membagi kisah pertamaku dari Kaisar Romawi yang kedua, ialah Numa Pompilius yang memutuskan untuk menambahkan dua bulan untuk mengisi dua bulan musim dingin yang tidak dihitung. Maka, muncullah bulan Januari dan Februari.
Ini Januari, tepat dimana kukirim surat kecil ini untukmu. Ditemani rintikan hujan, semilir angin, juga kicauan burung hantu dipohon tua itu.

Hujan selalu menghadirkan kenangan itu, apalagi malam ini, ah!. Sebentar kupasang potretmu dilayar ingatanku. Sebentar aku hapus dari bayangku, karna aku tahu kita kan bertemu dalam waktu yang lama.

Ini pesan keduaku, baca dengan baik. Jangan kau balas jika tak ingin memulai kembali, aku harap iya. Egoisku memuncak saat seperti ini, aku muak pada rindu yang tak kunjung padam!.

Jika esok datang, aku masih berharap menjadi kisah yang lebih panjang untuk kau sambungi.
Ya, seperti huruf bersambung ini, kalau bukan kau yang mengajari, tak'kan kumulai semua ini.
Mungkin akan ku simpan dijendela, sampai hujan yang jatuhkan itu ketanah. Lalu basah, terinjak dan mungkin dimakan hewan kecil yang mencoba menyambung hidup.

Aku lupa meminta ijin pada Tuhan untuk mencintaimu, juga berkirim surat seperti ini.
Semoga tak melukai mahluk terindah yang Kau ciptakan ini.

Pada akhirnya, baris juga pena habis kupakai sampai ujung tintanya.
Sebelum tak nyata kau baca, ini pesanku untukmu.

Biar Tuhan jaga bidadari tanpa sayap yang sengaja dijatuhkan kebumi antah berantah ini. Untuk menemukan cinta dan ksatria tanpa pedang ditangan yang hanya mampu berujar lewat kata kotor ini.

Salam hangat di Januari dingin ini.

Minggu, 13 Januari 2013

"Saling Menemukan"

Monday, 14 Januari 2013.

Day 1: "Saling Menemukan"

Dear, Erlin.
Ini surat pertama untukmu. Kutulis dengan perasaan bangga. Entah kenapa, mungkin karena kamu pantas menerimanya.
Senang menulis namamu dalam surat ini. Biasanya namamu kutulis pada bulir air, yang ada dijendela saat hujan. Indah bukan? Namun sayang, seketika saja mudah menguap hilang.
Lalu aku coba melukis namamu dalam malam, ah! Dia juga mudah hilang dimakan kelam.
Maka aku coba menulis namamu pada rangkaian paragraf ini, berharap tidak akan terhapus suatu nanti.
Aku senang kita dipertemukan oleh kata-kata, terlebih dalam kata cinta. Jemari inipun  mulai menari karena telah menemukan pasangan untuk saling berbagi hati.
Tahukah kamu, sebelum ada kamu. Aku seperti alinea tanpa abjad kapital diawalnya. terkatung-katung hurufku tanpa arah. Ah!
Lalu, kamu hadir menyempurnakan paragrafku, hadir diantara jarak kalimatku, dan titik disetiap hurufku.
Jika aku bisa terbang, mungkin aku sudah terbang menujumu. Tapi aku hanya bisa menulis, menulis tulisan yang bisa membuatmu terbang.
Ya, Erlin. Terbanglah setinggi-tingginya, maka pelukanku adalah tempat pendaratanmu yang seindah-indahnya.